Senin, 22 Februari 2016

PERJUANGAN

Kadang kita harus menerima pahitnya kenyataan sebagai acuan untuk mengintrospeksi diri atau lebih berjuang untuk sesuatu/seseorang yang harus diperjuangkan, tapi perjuangan akan sangat indah bila sesuatu/seseorang yang di perjuangkan sama-sama berkomitmen untuk sama-sama berjuang, tapi sebaliknya akan terasa sia-sia bila salah satu yang berjuang harus mundur di tengah perjuangan, apalagi perjuangan yang sungguh-sungguh tapi tidak dianggap dan di ragukan, bukankah hidup adalah perjuangan.
Hari ini, mungkin perjuanganku selama ini tidak dianggap bahkan mungkin di ragukan, terlebih orang yang aku perjuangkan yang awalnya bersedia berjuang bersama-sama malah mempertanyakan dan meragukan perjuanganku, prinsip dasar atas adat istiadat, pekerjaan dan latar belakang pendidikan serta jarak menentukan segalanya, semuanya tidak terasa mengganggu pada awalnya karena komitmen bersama, tapi di tengah perjalanan semua menjadi berat ketika hal-hal itu mulai mengemuka dan mengerucut, entah karena memang ada orang lain yang juga berjuang di belakang kami sehingga menyalip perjuanganku atau itu memang “pure” dari orang yang aku perjuangkan.
Hari ini, perjuanganku tak berarti apa-apa, tapi aku akan tetap untuk berjuang, walaupun pada akhirnya bukan untuk orang yang aku perjuangkan selama ini, setidaknya aku masih tetap berjuang melanjutkan hidup.
Hari ini, perjuanganku menentukan hari esok, semoga Illahi Robbi meridhoi.. Aamiin

Rabu, 23 April 2014

Siklus Kehidupan

Waktu berputar terus tanpa henti, tak terasa masa kanak-kanak yg begitu ceria, kepolosan, keluguan dan penuh kelucuan, yang di pikirkan hanya bermain dan bermain, tanpa kita sadari waktu telah mengantar ke usia remaja yang mulai dengan proses pencarian jati diri, ada sebagian yang di kenalkan waktu dengan cinta monyet (bukan mencintai monyet, hehehe) masa puber pertama diiringi jerawat yang tumbuh di wajah yang akhirnya kita malu dan berusaha menyembunyikannya karena malu ketahuan kalau sudah mulai jatuh cinta, waktu mengantarkan kita ke proses munculnya jakun untuk laki-laki dan bertumbuhnya payudara untuk perempuan serta warna suara yang mulai berubah, mulai tumbuh bulu ketek dan bulu-bulu lainnya (jangan ngeres) sampai tak terasa kita sudah mulai dewasa (dewasa umur belum tentu di sertai dewasa dalam berfikir dan bertindak), kita akhirnya di hadapkan dengan tanggung jawab, fakta kehidupan, semua kepalsuan dan egoisme, trus berupaya untuk mencari pasangan hidup dan menikah, ada yang loyal terhadap pasangannya bahkan ada yang menyembunyikan "WIL/PIL", sampai mempunyai keturunan, nah keturunan atau anak-anak ini akan mulai lagi dari proses awal tadi hingga akhir menutup mata.

Senin, 12 Maret 2012

Pengabdian VS Pengabadian atau Pengabdian & Pengabadian

"Pengabdian". Kata yang begitu bijaksana...
Asal kata abdi yang berarti hamba atau pelayan, jadi keseluruhan makna pengabdian kurang lebih adalah memberikan pelayanan secara luar biasa kepada (* negara/kerajaan, instansi pemerintahan/swasta, majikan, dll).
"Pengabadian". mungkin masih sedikit asing di telinga kita. Asal kata abadi yang berarti kekal atau tidak berkesudahan, jadi makna pengabadian adalah proses atau cara membuat sesuatu menjadi langgeng atau tidak ada masa expiredx (sudah kayak produk aja yg make batas waktu :P )
Dalam kesempatan ini saya mengajak anda yang kebetulan kesasar ke blog ini untuk sejenak berfikir apakah sebaiknya memilih pengabadian atau pengabdian...

Sering kita mendengar kata abdi negara, abdi masyarakat, abdi hukum dll, bahkan sering kita mendengar pengabdian di simbolkan dengan lamanya masa kerja pada instansi pemerintah/swasta, hal yang sangat menjadi ironi ketika hal ini terjadi. Apa landasannya?? Saya mensinyalir ada kepentingan atau maksud terselubung dari statement ini tercetus dari seseorang yang mungkin bertitel sarjana (maklum penulis gak lulus SD.. hehehehe ), sebut saja Tofik (bukan nama sebenarnya) menarik ulur perjalanan statusnya dari dulu sampai sekarang ternyata sang sarjana ini lumayan ber-ada dalam segi ekonomi, jalannya agak terbentur ketika gelar sarjana di capainya tapi fakta kehidupan menghadapkan dia pada realita sulitnya serta kompetitifnya lulusan tiap tahunnya yang berlomba bahkan antri mencari pekerjaan. Jalan pintas pun di ambil, Uang adalah raja, lobby sana sini, sang raja pun beraksi, dan abrakadabra... taraaa... jadilah dia pegawai dengan gaji yang lumayan sih,tapi gak sebanding dengan yang di keluarkannya.
setelah sekitar 5 tahun mengabdi mulailah sang sarjana ini mulai mencari cara untuk mengembalikan dan merebut kembali pundi-pundi kerajaan yang dahulunya di keluarkannya.
Otak Kotor, menjadi koruptor walaupun posisi bukan on the top / leader, ke kantor cuma bergosip, atau nongkrong di rumah kopi, itupun datangnya sering terlambat, bahkan kadang absen, praktek pungli mulai di terapkan, apalagi yang berhubungan dengan informasi dan jasa, yang penting ada cara untuk dapat menggembungkan rekening bank yang ada dimana-mana.
Ketika di tanya jawabannya itulah pengabdian ku selama ini, wajar dong dengan durasi 5 tahun kerja, di tambah side job selama ini aku bisa punya banyak uang, trus, apanya yang salah? banyak kok yang baru 1 tahun aja sudah punya rumah mewah, mobil mewah dll. lagian sudah dari dulu kan hal itu terjadi, kok kenapa anda bertanya akan hal itu kepada saya?? kapasitas anda apa?? wartawan bukan, KPK bukan, polisi bukan. Urus saja diri masing-masing (sambil marah dan berlalu).

sebegitu parah kah pola pikir orang-orang di negeri kita ini??
membanding-bandingkan hasil yang di capai dari jalan yang gak bener dengan orang lain. apa gak sadar itu bukan haknya??? apa anda akan menjadi sadar ketika telah berada di penjara atau mungkin berada di alam yang kekal selamanya??

Rustam (bukan nama sebenarnya). Temanku ini hanya lulusan SMP (lebih tinggi dia satu tingkat dari penulis), dia bekerja pada sebuah sekolah dasar, posisinya adalah penjaga sekolah sekaligus pesuruh, wow, double job. Pagi sebelum siswa-siswinya datang dia sudah lebih dulu hadir membersihkan halaman di lingkungan sekolah itu, membunyikan bel manual tanda masuk kelas, mempersiapkan sarapan dan minum teh buat guru dan kepala sekolah, belum lagi di suruh foto copy ini itu, perbaiki saluran yang mampet karena sampah yang di buang anak-anak, belum lagi tuntas kerjaannya sampai gerbang sekolah di tutup, itulah rutinitasnya tiap hari kecuali hari minggu, hampir tak ada waktu istirahat, sakit pun harus tetap masuk demi pengabdian. Upah yang di dapatkan per bulannya juga tidak mencukupi kehidupan sebulannya. Wajar sih, gaji lulusan SMP dengan Golongan I di bandingkan dengan gaji lulusan sarjana yang dalam status pegawainya berada pada Golongan III, langit dan bumi jaraknya. Tapi, apakah langit dan bumi hak-haknya?? Apakah langit dan bumi tugasnya??
15 tahun lebih dia bekerja, gubuk pun tak punya, apalagi rumah? Beruntung, dia menempati mess yang ada di belakang sekolah. Benar-benar klise dengan gambaran di atas.

pengabdian seorang Tofik karena pengabadian system korupsi berbanding terbalik dengan pengabdian seorang Rustam yang menjadikan rutinitasnya menjadi contoh pengabadian bagi rekan-rekan senasib dan sepenanggungan atau yang seprofesi dengannya.
semoga kita bisa mengintrospeksi diri kita masing-masing.

Rabu, 07 Juli 2010

Inilah Jalanku

mungkin banyak orang yang melihat dari penampilan.............
mungkin aku adalah salah satu dari bagian orang-orang yg berpenampilan urakan............
tapi aku gak pernah sekalipun merasa itu adalah paksaan........
jadi tolong jangan memaksakan.....................

memang rambutku panjang...........
tapi bukan berarti aku preman...............
percuma tampil klimis dan sopan...............
kalo hati dan kelakuan seperti preman..................

ini jalanku.................
ku ingin ikuti kata hatiku..................
kalau gak suka, silahkan berlalu..................
jangan pernah paksa mauku.................

kalo emang loe risih dengan itu semua.............
lebih baik tinggalkan saja..............
karena aku gak bisa di paksa................
untuk menjadi seperti yang kalian minta..................

Selasa, 08 Desember 2009

Hidup Damai


Hidup Damai adalah wacana di negeri ini....
terbukti masih saja ada tawuran di mana-mana, aksi massa, perang antar kampung, kemana perginya adat dan budaya ketimuran yang selama ini menjadi ciri khas bangsa ini?
bukankah hidup damai itu menyenangkan? saling menghargai satu dengan yang lainnya, nggak ada kemunafikan, tentram rasanya, mau kemana aja gak ada gangguan. apa mungkin ini juga di pengaruhi faktor ekonomi? bisa jadi.
apakah uang bisa membutakan mata hati kita untuk lebih membenci dan mencurigai sesama?
oleh karenanya mari kita sama-sama introspeksi diri dan lebih menahan diri untuk tidak berbuat anarki. bagaimana dengan masa depan anak cucu kita kalau kita saja tidak mampu mengayomi diri sendiri?
mungkin ini blog pertama yang saya buat dengan harapan bisa menjadi bahan renungan buat teman-teman semua bahwa hidup damai itu indah.